Kamis, 25 Agustus 2011

Winny, Si Anak Bermata Buta

Winny adalah anak bermata buta, tapi kaya raya. Dia senang banget sama yang namanya rubik. Rubik segitiga, rubik kotak, semua dia suka. Dia juga mahir memainkan rubik. Meski begitu, Winny tidak disukai siapa pun kevuali orang tua dan teman satu-satunya, Ainera.
    Ainera sangat kagum pada kelincahan Winny memainkan rubik. Suatu hari, ia mendaftarkan Winny pada perlombaan rubik. Ternyata, 99%, pesertanya adalah orang yang masih memiliki mata dan tidak buta. Winny banyak saingan, nih!
    "Ayo, Winny!" teriak Ainera memberi semangat.
    "Aku pasti bisa!" tekad Winny.
    "Ayo Winny! Waktunya sebentar lagi! Ayo!" teriak Ainera dari kursi penonton.
    "Ssssttt ... berisik. Dengar, yah! Yang menag itu adalah kakak ku. Kak Rasya." ucap Thalitha, adik Rasya yang sombong.
    "Kakakmu itu pasti kalah. percaya, deh. Gak ada jago-jagonya sedikitpun. Tuh, lihat. Winny sudah mau selesai. Sedangkan kakakmu? Kakakmu malah hancur berabtakan. Hahaha ..." ejek Ainera.
    Tweeettt ... rubik ... my hoby .... rubik ... mari kita belajar ... rubik!
    "Para peserta silakan menyimpan rubik kalian. Waktu sudah habis dan bel rubik sudah berbunyi. Silakan istirahat karena para juri akan memutuskan saiap pemenagnya." ucap MC.
    Ainera segera menghampiri ruang para peserta dan menghampiri Winny yang sedang istirahat.
    "Winny! Kau berhasil. Rubikmu sempurna. Oh iya. Aku bawa rubik, nih! Biar kamu gak bete terus. ini. Aku acak dulu, yah!" ucap Ainera sambil mengacak-ngacak rubik hingga tak sempurna lagi.
    "Wah, kamu tahu bnaget yang aku suka." ucap Winny.
    "Pasti, dong. Winny, kamu mulai suka rubik sejak kapan, sih?" tanya Ainera.
    "Sejak aku berumur 5 tahun dan waktu itu, aku gak buta. Aku sedih kalau begini." ucap Winny.
    "Winny. Kau tahu, tidak? Kau itu hebat. Sangat hebat. Kau bisa memainkan rubik tanpa melihat. Bagiku itu sanagt luar biasa, Winnya. Aku tahu, semau orang yang tak menyukaimu itu hanya sirik akan kehebatanmu. Percaya, deh!" ucap Ainera.
    "Aku sudah tahu dari waktu itu. Saat mereka bilang aku ini jago main rubik, tapi buta. aku tak sedih mendengar ucapan itu. Justru aku senang karena orang yang tak menyukaiku memujiku dengan kata 'Kau jago main rubik'." ucap Winny.
    "Kepada para peserta yang dipanggil, harap untuk naik ke atas panggung." ucap MC.
    "Aku kembali ke kursi penonton, yah! bye .." pamit Ainera.
    "Winny Aditya Rahman, Hercules Johannas, Siltya Cintya, Tasya Olivia, dan Maria Cathrine. Salah satu dari kalian akan menjadi pemenag peringkat pertama dan akan mendapatkan tiket liburan gratis ke Universal Studio Singapura bersama penyelenggara lomba ini. Dan, peserta yang menang boleh mengajak 5 orang untuk ikut libuar ke Universal Studio Singapura sampai 5 hari. Terima kasih." ucap MC.
    "Maria." ucap pendukung Maria.
    "Olivia." ucap pendukung Olivia.
    "Cintya." ucap pendukung Cintya.
    "Hercul, menang!" teriak pendukung Hercules.
    "Winny. Kau harus menang!" teriak Ainera, satu-satunya pendukung Winny.
    "Juara 5, Olivia. Juara 4, Maria. Juara 3, Hercules. Dan juara kita ialah ... Winny!" teriak MC.
    "Hore ...!" sorak Ainera.



Di rumah Winnya, Winny diberi selamat oleh orang tua juga kakak dan adiknya.
    "Tiket itu untuk siapa saja?" tanya mama Winny.
    "Untuk mama, papa, Kak Milah, Dik Sarah, dan Ainera yang telah mendaftarkan ku." jawab Winny.
    "Thank's, Winny." ucap Ainera.
    'tErima kasih juga, Ainera." balas Winny.
    Jadi, untuk Teman-teman yang kehilangan fungsi panca indra-nya, jangan bersedih, yah! Ingat! Setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jadi, jangan sedih, yah!

Rabu, 24 Agustus 2011

Kamera Impian Lisa

Lisa adalah seorang anak kecil yang senang dengan kamera dan foto-foto. Impiannya jadi fotografer terkenal. Sayangnya, Lisa adalah anak yang miskin. Meski begitu, ia tetap berjuang keras demi cita-citanya. Ia juga menginginkan sebuah kamera dari Paris dan pastinya, kamera digital. Bukan kamera yang jaman dulu yang harus pake clise yang dimiliki Lisa.
    "Bu, aku jual pisang goreng dulu, yah! Assalamu'alaikum," pamit Lisa saat hendak pergi keliling menjual pisang goreng buatan ibunya.
    "Waalaikumussalam. Hati-hati, Nak!" pesan ibu Lisa.
    Tiap hari, Lisa mencari pekerjaan demia kamera yang diinginkannya itu. Mulai dari menjual pisang goreng, menjual bala-bala, mencuci pakaian orang lain, mengangkut barang belanjaan orang lain, dan mengembala kambing milik para peternak yang ada di desa itu. 
    "Ayo, beli pisangnya, Bu, Pak. Dijamin enak," teriak Lisa memasarkan dagangannya.
    "Lisa! Sini!" perintah seorang ibu-ibu.
    "Ya, bu?" tanya Lisa.
    "Beli 2 ribu. Ini, ibu ada kamera bekas. Masih bisa dipakai. Tapi bukan kamera digital!" ucap ibu itu sambil memberikan kamera yang masih terlihat bersih.
    "Terima kasih, Bu. Jadi, pisangnya 4. Ini," ucap Lisa.
    "Sama-sama. Nanti malam, datang ke rumah saya, yah! Kalau ada makanan yang lebih, kamu bisa mengambilnya. Oke?" ucap ibu itu.
    "Terima kasih, Bu. Saya pamit dulu, mau keliling lagi. Assalamu'alaikum." pamit Lisa.
    "Waalaikumussalam." jawab ibu itu.
    "Wah, dapat kamera. Lumayan meskipun bukan digital." gumam Lisa.
    "Lisa, main, yuk!" ajak Candra, salah satu temanLisa.
    "Maaf, aku sedang jualan. Nanti malam saja. Itupun kalau aku diizinkan." ucap Lisa.
    "Oke, sampai nanti!" pamit Candra sambil pergi ke rumahnya.
    "Ayo, beli pisangnya, dijamin enak." teriak Lisa.
    "Lis, beli 5 ribu." ucap seorang teteh-teteh.
    "Iya, teh. Ini. Terima kasih." ucap Lisa.
    "Sama-sama." balas teteh-teteh itu.
    "Yes. Untung juga. Baru dua pelanggan, udah dapat 7 ribu. Terima kasih ya Allah." ucap Lisa senang.
    "Lis, 3 ribu. Cepat. Nanti si Adek nangis!" ucap Yuni, salah satu teman Lisa juga.
    "Ini. Assalamu'alaikum." pamit Lisa.
    "Waalaikumussalam." balas Yuni.
    


Kini, malam tlah tiba. Lisa segera menghampiri tempat dimana Candra selalu ngerumpi sama Teman-teman- nya. 
    "Can, ada apa?" tanya Lisa.
    "Kemarin, Om-ku yang kaya raya itu ngasih aku kamera dari Paris. Tapi udah bekas. Aku tahu, kamu ingin kamera itu, kan? Jadi, kuberikan padamu. Gak apa-apa, kan, sudah bekas?" tanya Candra.
    "Tidak apa-apa. A ...! Terima kasih, Candra. Kau sahabat terbaik. Selalu mengerti aku." ucap Lisa girang.
    "Sama-sama, Lisa. Coba pakai. Kau foto aku." ucap Candra.
    Clik!
    "Masih berfungsi dan bisa dibilang ini tidak bekas. Terima kasih banyak, Candra." ucap Lisa sangat, sangat gembira.
    Akhirnya, Lisa pun mendapatkan apa yang ia inginkan. Yup! Sebuah kamera dari Paris. Semau ini berkat ... Candra, ank miskin yang baik hati.