Minggu, 07 Juli 2013

Warna Pelangi #bab15

Belum Waktunya

Hari ini hari dimana aku akan mengikuti lomba melukis. Aku sedikit dag dig dug. Aku tak memberitahu orang tuaku soal ini. Aku bilang pada mereka bahwa aku akan bermain ke kolong jembatan. Padahal aku akan menghadiri lomba melukis.
    Aku menaiki kendaraan umum untuk sampai di tempat lomba tersebut. Aku ke sana bersama teman-teman di kolong jembatan. Aku sangat sedih selama perjalanan, tak ada semangat. Aku sudah memprediksi bahwa aku akan kalah. Karena ya ... karena penyakitku ini.
    Sampai di tempat lomba, aku langsung masuk ke ruangan. Dan lomba pun dimulai. Kami diberi waktu 3 jam untuk menyelesaikan lukisan kami. Aku menggambar langit malam dengan taburan bintang.
***
Tibalah saatnya pengumuman. Jantungku berdegup kencang. Aku merasa aku akan menang. Dan aku berharap aku akan menang.
    "Baiklah. Kami umumkan. Juara kelima diraih oleh ... Anasya Vita Sabunga!" teriak MC.
    Pemenang pun langsung maju ke depan. Lalu seorang wanita cantik naik ke atas panggung membawakan lukisan hasil sang pemenang.
    "Juara keempat diraih oleh .. Lita Aulia!" teriak MC kembali.
    "Juara ketiga, diraih oleh ..."
    Jantungku berdegup kencang. Dag, dig, dug, dag, dig, dug. Aku berharap aku akan menang.
    "Hana Syafira!" seru MC.
    "Juara kedua, diarih oleh ... Jessica Maria!" teriak MC keras.
    "Dan, yang paling ditunggu-tunggu ..."
    Jantungku berdegup kencang. Aku merasa aku akan menang. Tapi tidak sekarang. Tapi ... aku sangat ingin menang.
     "Juara pertama, diraih oleh ..."
     Jantungku semakin berdegup kencang. Dag, dig, dug, dag, dig, dug, dag, dig, dug .... Dan tiba-tiba ....
     "Kamila Taniara!!" teriak MC keras.
    Aku langsung jatuh. A ... aku tidak menang? Ta ... tapi ... apa maksud perasaan ini? Aku tidak menang? Aku melihat ke arah teman-temanku. Mereka hanya tersenyum, lalu kami pun pulang.
    Sepanjang perjalanan, aku hanya diam. Aku malu bicara pada teman-teman. Aku takut mereka kecewa. Dan ya ... sebenarnya aku sudah tau mereka kecewa. Oh ... andaikan aku tidak menderita penyakit ini. Pasti aku akan menaaang!
    Sampai di kolong jembatan ...
    "Maaf ya, aku udah kecewain kalian," ucapku merasa sangat bersalah.
    "Bukan salahmu kok! Mungkin belum waktunya. Tapi aku yakin, suatu saat kamu pasti bakal menang," balas Kiki sambil tersenyum.
    Aku pun hanya tersenyum ke arahnya. Senangnya memiliki teman yang pengertian. Mungkin benar apa kata Kiki. Sekarang belum waktunya. Tapi suatu saat nanti, aku pasti akan menang!

Rabu, 03 Juli 2013

Warna Pelangi #bab14


Latihan

Sebelum latihan, kami membeli cat air, kuas, dan kanvas-nya dulu. Sebenarnya aku punya banyak kain kanvas di rumah. Namun karena harus naik angkot, aku pun membeli di toko terdekat. Untung saja aku bawa uang yang cukup banyak.
    Setelah membeli peralatan, aku pun duduk di tanah dan mulai melukis. Aku sudah tahu aku akan membuat gambar apa. Tapi aku tak tahu akan memakai warna apa. Aku kan, buta warna.
    "Em .. Rara, bisa tolong bantu aku?" pintaku.
    "Tentu," jawab Rara.
    Aku meminta bantuan Rara untuk mengambilkan cat air dengan warna masing-masing. Aku tak memberitahunya bahwa aku buta warna.
    "Em .. tolong ambilkan warna .. ungu," pintaku.
    Rara pun mengambilkan cat air warna ungu. Aku pun segera mewarnai cat kanvasku dengan warna ungu. Tiba-tiba, terdengar bunyi Bila terjatuh dari pohon. Lalu dia pun menangis keras.
    "Huaaa!" tangis Bila kencang.
    Rara pun segera berlari menuju tempat Bila berada. Begitupula Ridwan, Kiki, Faldi dan Ferdi yang sedang memakan jambu di pohon.
    "Qelania, kau teruskan tanpa bantuanku, ya? Aku akan mengobati Bila," teriak Rara.
    Aku hanya mengangguk. Aku bingung, harus memakan warna yang mana. Aku kan buta warna. Aku takut hasilku malah jelek nantinya. Tapi aku tak mau mengecewakan mereka. Aku pun mulai mengambil cat, asal menebak saja.
***
1 jam berlalu, akhirnya lukisan sederhanaku pun jadi. Lukisan seorang anak perempuan yang tengah memetik bunga di tamannya sambil memakai topi dan membawa keranjang. Tiba-tiba Rara menghampiriku dan melihat hasilnya.
    "Aku baru pertama kali lihat lukisan seindah ini, lho, Qel. Bagus banget! Dan aku juga baru lihat ada bunga berwarna coklat," komentar Rara.
    Aku hanya terdiam. Awalnya aku menginginkan bunganya itu berwarna merah. Kok menjadi coklat, ya? Ya ampun .. aku malu.
    "Hahaha ... tapi lucu, unik. Bagus sekali! Semuanya rapi," komentar Rara.
    "Ah .. terima kasih," ucapku tersipu.
    "Semua harus melihat ini. Faldi, Ferdi, Kiki, Ridwan, lihatlah! Lukisan yang bagus bukaaaan?!" teriak Rara sambil memamerkan lukisanku.
    "Ah, jangan, hasilnya tidak terlalu bagus  ..." cegatku.
    Namun terlambat, Kiki, Ridwan, Faldi dan Ferdi sudah datang dan melihat lukisanku dengan kagum. Mereka bilang lukisanku sangatlah bagus. Aku jadi tersipu malu.
    "Aku yakin kau akan menangkan lomba itu!" seru Kiki.
    "Aamiin .." jawabku.
    Siang itu, kami berencana menjual lukisanku dan laku! Ada yang membelinya. Aku tak mau menyebutkan harganya tapi yang pasti, uangnya cukup untuk kami makan di warteg.
***